 |
moms.gather.com |
NEW YORK (Reuters
Health) – Melakukan CPR terlalu cepat dapat mengindikasikan bahwa kompresi dada
tidak cukup dalam sehingga dapat memastikan darah mengalir ke dalam jantung dan
otak, temuan sebuah penelitian dari Belgia. Peneliti
menemukan bahwa ketika penolong melakukan kompresi dada dengan kecepatan di
atas 145 kompresi per menit, kedalaman kompresi tersebut menurun hingga kurang
dari empat sentimeter.
Rekomendasi dari Eropa dan Amerika Serikat sekarang
menyatakan bahwa kompresi sebaiknya memiliki kedalaman setidaknya 5 cm (sekitar
2 inchi) dengan kecepatan 100 per menit atau lebih cepat.
“Gagasan logis tindakan tersebut adalah bahwa setiap
kompresi akan menyebabkan sedikit darah mengalir ke tubuh dan jika kita memompa
lebih cepat, maka darah juga akan mengalir lebih banyak”, kata Dr. Benjamin
Abella, seorang dokter departemen kegawat daruratan di rumah Sakit Universitas
Pennsylvania di Philadelphia yang tidak terlibat di penelitian terbaru ini.
Tetapi, jika anda melakukannya lebih cepat, ada
kemungkinan kedalamannya menjadi berkurang”, lanjutnya kemudian kepada Reuters
Health.
Bagi penolong pertama yang tidak dilatih secara professional
untuk melakukan CPR (cardiopulmonary
resuscitation), hal paling penting untuk dilakukan adalah mendorong
“dalam dan cepat” – tetapi tidak terlalu cepat yang membuat anda kelelahan
dalam beberapa menit saja. Pelayanan kesehatan darurat selanjutnya dapat
menyediakan tindakan yang lebih rumit ketika mereka datang.
Dalam penelitian baru ini, Dr. Koenraad Monsieurs dkk. dari Rumah
Sakit Belgia menggunakan accelerometer untuk mengukur kecepatan dan kedalaman
kompresi dada selama prosedur CPR berlangsung oleh professional pada 133
pasien. Mereka menemukan bahwa kompresi dada yang sangat cepat sering lebih
dangkal daripada kompresi yang dilakukan dengan kecepatan 100 kali per menit.
Dan pada kecepatan 145 kali per menit, kedalaman menjadi “terlalu dangkal”,
jelas peneliti dalam jurnal Resuscutation. Hal tersebut mengacu pada pedoman
Eropa 2005 yang menyatakan bahwa kompresi sedalam 4 cm atau lebih sudah cukup.
Sejak saat itu, standard-nya dinaikkan.
“Dari pengalaman saya melakukan CPR… Saya mempunyai
kesan bahwa beberapa penolong pertama akan berpikir makin cepat makin baik”, jelas
Monsieurs kepada Reuters Health. “Akhirnya jika kecepatan terlalu cepat,
kedalaman kompresi menjadi tidak cukup”, lanjutnya.
Hal tersebut penting
karena kompresi
yang lebih dalam meningkatkan kemungkinan penggunaan defibrillator akan membuat
jantung berdenyut kembali dan pasien tiba di rumah sakit dalam keadaan hidup,
jelas peneliti. “Kompresi yang lebih dalam menyebabkan darah lebih
banyak mengalir menuju jantung dan otak – organ paling penting untuk bertahan
hidup”, kata Monsieurs.
CPR biasanya dilakukan setelah serangan jantung atau
kasus hampir-tenggelam, ketika seseorang tidak mempunyai denyut ataupun tidak
bernapas.
Pada tahun 2010, pedoman baru Asosiasi Jantung Amerika
(American Heart Association; AHA) mengatakan penolong pertama yang melakukan
CPR dapat menghilangkan protokol pernapasan yang menjadi protokol awal CPR dan
hanya melakukan komprasi dada hingga paramedic datang.
“Penyedia
layanan kesehatan professional mampu mencapai pengukuran kecepatan dan
kedalaman kompresi dada dari alat seperti accelerometers – tetapi bagi penolong
pertama, hal yang paling penting hanyalah melakukan CPR segera”, jelas Abella.
Dia mengatakan bahwa
semua orang sebaiknya mempelajari CPR semampunya – baik tersertifikasi maupun
tidak – dan tidak perlu takut memulai dan melakukan kompresi di saat darurat. “Jika seseorang
mengalami henti jantung, Anda bukan menyakiti mereka, namun membantu mereka”,
katanya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah kompresi
dada beriringan dengan lagu disko Bee Gees tahun 1977 berjudul “Stayin’ Alive”
yang mempunyai ritme 100 denyut per menit. “Tentu saja, ritme ini mungkin bukan
hal paling gampang untuk diingat di saat-saat darurat”, jelas Abella.
“Selama Anda
menempatkan tangan di atas dada dan menekan kuat dan cepat, Anda sedang
melakukan sesuatu yang sangat penting”, tutupnya.
SOURCE:
http://bit.ly/OfkexZ Resuscitation, online July 23, 2012.
Reuters Health; by Genevra Pittman
(c) Copyright Thomson Reuters 2012.
Check for restrictions at: http://about.reuters.com/fulllegal.asp